Zona Sejarah - Kota Semarang di Jawa Tengah adalah salah satu kota lama di Indonesia yang memiliki riwayat, sejarah atau asal usul yang menarik. Kota Semarang berkembang oleh ragam kebudayaan, antara lain Islam, Cina, Eropa dan tentunya penduduk pribumi. Keempat budaya itu berbaur dan meninggalkan pengaruh yang penting bagi kehidupan Kota Semarang.
Kita dapat melihat kehidupan Kota lama Semarang dari keberadaan Kampung Kauman, Kampung Cina, Kampung Melayu, dan permukiman Eropa yang dikenal dengan nama Little Netherland. Namun, yang banyak dijadikan bahan perhatian dari merupakan sejarah Kota Lama Semarang adalah adanya Kampung Kauman, Kampung Cina, dan pemukiman Eropa. Oleh karena itu, akan sedikit diuraikan pemukiman-pemukiman di kota Semarang Lama.
1. Kampung Kauman
Sejarah Kota Semarang tidak akan bisa lepas dari Kampung Kauman. Kampung Kauman adalah kampung yang dikenal dengan sebutan kampung santri dan berpusat di kota Semarang. Kampung ini memiliki ciri ciri seperti ; merupakan cikal bakal perkembangan Kota Semarang; terdapat Masjid Agung Kauman dan Musala Kanjengan yang hingga kini masih ada; merupakan kawasan perumahan penduduk; kehidupan sosial masyarakatnya bernafaskan Islam. Nama Kampung Kauman sendiri adalah kampung yang selalu ada di kota - kota di pulau Jawa. Kampung Kauman merupakan kampung yang terdiri dari sejumlah kampung - kampung. Kampung Kauman di Kota Semarang terdiri dari Kampung Bangunharjo, Patihan, Kepatihan, Book, Jonegaran, Getekan, Mustaram, Butulan, Pompo, Krendo, Masjid, Kemplongan, Pungkuran, Sromenggalan, dan Kadipaten.
Nama nama kampung yang ada di Kampung Kauman di atas umumnya tercipta oleh sifat yang dimiliki kampung yang bersangkutan. Misalnya, Book yang berasal dari adanya tembok, Getekan berasal dari adanya getek ( rakit ), karena kampung Getekan memiliki ketinggian tanah yang lebih rendah dari kampung lainnya, sehingga jika turun hujan kampung ini selalu menggunakan getek.
Berdasarkan sejarahnya, cikal bakal Kampung Kauman sudah dibentuk sejak masa kerajaan Demak hingga Mataram. Akan tetapi, diperkirakan nama Kampung Kauman di Semarang berasal dari kata Kaum Sing Aman, yang artinya kaum yang aman. Kampung ini pertama kali dibangun oleh Ki Ageng Pandan Arang, seorang yang berperan dalam menyebarkan Agama Islam di Semarang. Kemudian beliau membangun sebuah mesjid yang berada di sisi barat Kali Semarang. Para santri pengikutnya kemudian tinggal di sekitar masjid itu, yang kemudian oleh Ki Ageng kawasan ini dinamakan kawasan Kemesjidan.
Pada tahun 1695, Kota Semarang telah dihuni oleh sejumlah etnis. Kota Semarang tumbuh dan berkembang pada masa Kolonial Belanda. Pada masa inilah pemerintah Kolonial Belanda membangun kota yang menempatkan pemukiman bagi orang orang Belanda dan warga elit lainnya. Adapun untuk pemukiman orang pribumi, pengaturan pemukimannya diatur sendiri oleh masyarakat tanpa campur tangan Belanda. Dengan adanya pengaturan tersebut, kemudian muncullah istilah kawasan Gedongan, untuk menyebut kawasan Belanda dan Kampungan untuk orang Pribumi. Kawasan Gedongan dan Kawasan Kampungan ini kemudian dikenal dengan nama Kampung Kauman, Pecinan, Kampung Melayu, dan Kawasan sekitar Gereja Blenduk.
2. Kampung Cina ( Pecinan )
Pecinan adalah sebutan untuk pemukiman orang-orang Cina. Pada awalnya orang-orang Cina bermukim di wilayah pemukiman orang - orang Belanda yang disebut Little Neteherland. Namun, pada tahun 1695, pemerintah kolonial Belanda membangun benteng sehingga sebagian orang-orang Cina tersebut pindah ke daerah yang dikenal dengan Kampung Melayu. Dalam perkembangan ( Sejarah Kota Semarang ), Kampung Pecinan lebih berkembang sebagai perkampungan etnis Cina dari pada Kampung Melayu.
Ciri-ciri kampung Pecinan sendiri antara lain; pada setiap persimpangan jalan utama terdapat bangunan klenteng; Merupakan kawasan tempat tinggal dan perdagangan; memiliki pasar tradisional dengan ciri pasar tradisional Cina; memiliki kehidupan sosial masyarakat dengan ciri budaya Cina.
Pada tahun 1672 jumlah orang Tionghoa di Semarang sudah banyak. Beberapa diantara rumah - rumah mereka dibangun dari tembok dan beratap genting. Untuk membangun rumah dari tembok, pada masa itu sangat mahal. Sehingga hanya orang Cina lah yang mampu membangun rumah tembok. Dengan adanya kemajuan pembangunan gedung-gedung bergaya Tionghoa, barulah cat dan kleurstof ( alat pewarna ) menjadi terkenal di Jawa Tengah. Kata cat atau cet memang berasal dari bahasa Tionghoa yaitu chat. Karena kedekatan orang Tionghoa dan orang Belanda, maka pada tahun 1619 diangkatlah pemimpin bagi masyarakat Tionghoa yang pertama kali dari Batavia, baru kemudian dari Semarang. Istilah pemimpin ini disebut kapiten, yang bagi orang Tionghoa diucapkan kap-twa karena lidah orang Tionghoa yang kaku melafalkannya.
3. Little Netherland
Little Netherland adalah sebutan bagi kawasan yang awalnya dihuni oleh orang orang Belanda. Kawasan ini selesai dibangun pada tahun 1741. Pada awalnya, kawasan ini pada masa kolonial Belanda adalah pusat perkantoran, perdagangan, hotel, dan perumahan. Ciri-ciri kawasan Little Netherland adalah bangunannya bergaya Eropa.
Di kawasan ini, banyak terdapat bangunan bersejarah dengan gaya arsitektur Eropa. Contohnya Gereja Blenduk. Disebut Gereja Blenduk karena bentuk puncaknya berupa kubah menyerupai "blenduk". Dalam bahasa Indonesia blenduk menunjukkan bentuk seperti kubah setengah lingkaran atau berbentuk cembung.
4. Kampung Melayu
Kampung Melayu adalah pemukiman yang dihuni oleh orang beragam etnis, antara lain; Cina, Banjar, dan Arab. Disebabkan keragaman tersebut, perkampungan ini dinamakan dengan Kampung Melayu. Dan karena keragamannya ini, Kampung Melayu memiliki ciri ciri sebagai berikut : memiliki banyak macam bentuk bangunan tempat tinggal berdasarkan ciri etnisnya; terdapat dua bangunan bersejarah, yaitu masjid Menara dan Klenteng; kawasan masyarakatnya bercirikan budaya Arab, Cina, dan Banjar
0 komentar
Post a Comment